Pada masa ini terdapat peralihan kursi Ketua Umum PERSIB,
H. Ateng Wahyudi diganti oleh H. Wahyu Hamijaya, meskipun demikian
kecintaan Ateng terhadap klub kebanggan kita ini, tidak menjadi hilang.
PERSIB masih menggunakan jasa besar Ateng Wahyudi yaitu dengan mengangkatnya sebagai manajer tim.
Di masa kepemimpinan Wahyu Hamijaya, beliau melakukan langkah merenovasi Gedung Sekretariat di Jalan Gurame Bandung sehingga menjadi kantor yang memadai untuk mewadahi berbagai kegiatan kesekretariatan PERSIB. Sehingga di tahun ini, sekretariat PERSIB terlihat menjadi lebih segar.
Setelah gagal mempertahankan gelar pada musim 1991/1992, PERSIB menatap kompetisi perserikatan tahun ini sedikit lebih matang. Tercatat 2 kali meraih gelar Juara turnamen yaitu dalam turnamen Johnny Pardede Hotel (1992) dan Turnamen Piala Pers (1993), kemudian 2 kali gelar Runner Up yaitu di Piala Utama (1992) dan Piala Indocement (1993) dan ditambah semifinalis Piala Surya (1993).
Dibawah kepemimpinan Ketua Umum baru dan manajer tim Ateng Wahyudi yang sudah mengenal karakter PERSIB luar dalam, serta melalui tangan dingin Pelatih Indra Thohir dibantu asisten Djadjang Nurdjaman dan Emen Suwarman, PERSIB turun dengan materi yang sebagian besar masih mengandalkan sisa kejayaan generasi emas hasil didikan Marek Janota, diantara pemain-pemain bintang tersebut, Pelatih Indra Thohir menyelipkan tenaga-tenaga muda seperti Mulyana, Hendra Komara, dan Asep Dayat yang dikemudian hari menjadi pilar penting PERSIB generasi berikutnya. PERSIB bergabung di wilayah barat dan mencatatkan hasil yang cukup meyakinkan yaitu keluar sebagai juara group.
Di masa kepemimpinan Wahyu Hamijaya, beliau melakukan langkah merenovasi Gedung Sekretariat di Jalan Gurame Bandung sehingga menjadi kantor yang memadai untuk mewadahi berbagai kegiatan kesekretariatan PERSIB. Sehingga di tahun ini, sekretariat PERSIB terlihat menjadi lebih segar.
Setelah gagal mempertahankan gelar pada musim 1991/1992, PERSIB menatap kompetisi perserikatan tahun ini sedikit lebih matang. Tercatat 2 kali meraih gelar Juara turnamen yaitu dalam turnamen Johnny Pardede Hotel (1992) dan Turnamen Piala Pers (1993), kemudian 2 kali gelar Runner Up yaitu di Piala Utama (1992) dan Piala Indocement (1993) dan ditambah semifinalis Piala Surya (1993).
Dibawah kepemimpinan Ketua Umum baru dan manajer tim Ateng Wahyudi yang sudah mengenal karakter PERSIB luar dalam, serta melalui tangan dingin Pelatih Indra Thohir dibantu asisten Djadjang Nurdjaman dan Emen Suwarman, PERSIB turun dengan materi yang sebagian besar masih mengandalkan sisa kejayaan generasi emas hasil didikan Marek Janota, diantara pemain-pemain bintang tersebut, Pelatih Indra Thohir menyelipkan tenaga-tenaga muda seperti Mulyana, Hendra Komara, dan Asep Dayat yang dikemudian hari menjadi pilar penting PERSIB generasi berikutnya. PERSIB bergabung di wilayah barat dan mencatatkan hasil yang cukup meyakinkan yaitu keluar sebagai juara group.
Klasemen Akhir Wilayah Barat Perserikatan 1993/1994
Pos | Klub | Main | Menang | Seri | Kalah | Gol-Kemasukan | Point |
1 | PERSIB BANDUNG | 14 | 8 | 5 | 1 | 20-6 | 21 |
2 | PSMS Medan | 14 | 6 | 4 | 4 | 17-13 | 16 |
3 | Persiraja Banda Aceh | 14 | 5 | 5 | 4 | 21-20 | 15 |
4 | Persija Jakarta | 14 | 6 | 3 | 5 | 18-18 | 15 |
5 | Persita Tangerang | 14 | 4 | 5 | 5 | 23-18 | 13 |
6 | Persijatim Jakarta Timur | 14 | 5 | 3 | 6 | 15-12 | 13 |
7 | PSDS Deli Serdang | 14 | 3 | 3 | 8 | 9-27 | 12 |
Sebagai juara grup Wilayah Barat, PERSIB Bandung
berhak lolos babak 8 besar yang semua pertandingannya dilangsungkan di
Stadion Utama Senayan Jakarta. Jeda kompetisi yang cukup panjang
(sekitar 2 bulan) benar-benar dimanfaatkan oleh tim PERSIB untuk semakin mematangkan skema permainan dengan (lagi-lagi) melakukan Pemusatan Latihan. Kendala sempat dirasakan kubu Maung Bandung
ketika gelandang bertahan andalannya yaitu Asep Sumantri mengalami
cedera lutut. Indra Thohir terpaksa mencoret pemain ini. Namun berkat
cederanya Asep Sumantri ini, bakat dari pemain muda baru bernama Mulyana
mulai terlihat. Mulyana diplot menggantikan posisi Asep Somantri,
bergantian dengan Asep Kustiana.
PERSIB
masuk di grup K bersama Persiraja, PSIR, dan PSM, beruntung karena dari
ketiga lawannya ini, hanya PSM yang bisa dibilang memiliki kemampuan
yang sebanding ditambah status mereka sebagai juara bertahan, sementara
Persiraja meskipun di penyisihan grup barat sempat menahan imbang PERSIB, tetapi banyak pengamat menilai bahwa permainannya masih berada dibawah PERSIB, kemudian PSIR sebagai salah satu wakil dari wilayah timur juga kurang lebih kekuatannya sama dengan Persiraja.
PERSIB
mengawali babak 8 besar ini dengan sangat luar biasa, Persiraja digasak
dengan skor 4-1. Duet striker Sutiono dan Kekey Zakaria berperan besar
dalam kemenangan ini dimana Sutiono menciptakan hattrick yang digenapi
oleh tandemnya Kekey Zakaria.
Don't change the winning team, begitulah kira-kira yang ada di benak Indra Thohir ketika memasuki pertandingan kedua melawan PSIR Rembang, hasilnya PERSIB kembali menang meskipun dengan skor tipis 1-0. Gol penentu kemenangan PERSIB diciptakan oleh Robby Darwis melalui titik putih. Dengan 2 kali kemenangan, PERSIB
sudah mengantongi tiket ke semifinal, sisa 1 pertandingan terakhir
melawan PSM sudah tidak menentukan lagi. Akhirnya mudah ditebak,
pertandingan terakhir tersebut PERSIB dan PSM (yang juga sudah pasti
lolos) bermain apa adanya dan bermain imbang 0-0.
Klasemen Akhir Group K
Pos | Klub | Main | Menang | Seri | Kalah | Gol-Kemasukan | Point |
1 | PERSIB BANDUNG | 3 | 2 | 1 | 0 | 5-1 | 5 |
2 | PSM Makassar | 3 | 1 | 2 | 0 | 2-1 | 4 |
3 | PSIR Rembang | 3 | 1 | 0 | 2 | 5-4 | 2 |
4 | Persiraja Banda Aceh | 3 | 0 | 1 | 2 | 2-8 | 1 |
Persija Jakarta sudah menunggu PERSIB di babak semifinal. Sekalipun bermain di kota Jakarta, tapi seperti biasa PERSIB seolah menjadi tuan rumah karena penonton yang membanjiri stadion masih didominasi oleh bobotoh PERSIB.
Pendukung PERSIB sempat dibuat "sport jantung" ketika Persija Jakarta berhasil membobol gawang PERSIB
ketika pertandingan berjalan belum 5 menit. Kondisi tertinggal masih
bertahan hingga turun minum. Memasuki babak kedua, gemuruh stadion
Senayan membahana setelah Yusuf Bachtiar menjaringkan bola sehingga
menyamakan kedudukan menjadi 1-1. Tensi pertandingan semakin meningkat
setelah gol tersebut dimana kedua tim saling bertukar serangan. Wasit
meniup peluit akhir pertandingan harus diselesaikan melalui perpanjangan
waktu. Tapi kedua tim ini sama-sama kuat sehingga Adu Penalti menjadi
penentu siapa yang berhak maju ke babak final.
Suasana tegang jelas menyelimuti kubu PERSIB ketika harus berhadapan dengan drama adu penalti, yang selama ini selalu menjadi mimpi buruk bagi PERSIB. Sekedar mengingatkan, selama kurun waktu 80-90'an PERSIB selalu gagal dalam adu penalti (2 kali di final Perserikatan melawan PSMS, dan 1 kali di final Piala Persija melawan Persebaya). Sementara di kubu lawan, "trauma" tim PERSIB jelas menguntungkan mental mereka apalagi mereka memang berharap pertandingan ini diakhiri dengan adu penalti.
PERSIB
termasuk bobotohnya benar-benar dibuat tegang setelah Robby Darwis
sebagai algojo pertama gagal menjalankan tugasnya. Tendangan Robby
berhasil ditepis penjaga gawang Persija. Tapi, kegagalan algojo keempat
Persija, menghidupkan kembali peluang PERSIB. Dalam
kedudukan 3-3, Yusuf Bachtiar menyelesaikan tugasnya dengan sempurna,
sebaliknya penendang terakhir Persija gagal menyarangkan bola. Skor 4-3
untuk PERSIB membawa PERSIB melaju ke
partai final untuk kembali menantang sang juara bertahan PSM yang pada
semifinal lainnya berhasil menyingkirkan Persebaya dengan skor 1-0.
Lolos dari drama adu penalti memberikan atmosfir tersendiri bagi kubu PERSIB,
kegembiraan 2 kali lipat dari 70 ribu bobotoh yang hadir langsung di
Senayan berpesta, satu kebahagiaan untuk lolos ke partai final, satu
kebahagiaan lain yaitu terhapusnya mitos PERSIB selalu kalah dalam adu penalti. Sementara keharuan juga jelas tampak di deretan pemain PERSIB dan officialnya kala itu.
Pada Pertandingan final menghadapi juara bertahan PSM Makassar, ada 2 misi PERSIB
saat itu yaitu menggondol Piala Presiden ke kota Bandung dan balas
dendam atas kekalahan di semifinal kompetisi perserikatan musim
sebelumnya.
17 April 1994, menjadi saksi ketika Kota Bandung menjadi "kota mati". Ratusan bis dan jenis kendaraan lainnya mengangkut 80.000
bobotoh untuk hadir mendukung langsung di Stadion Utama Senayan. Ketika
pertandingan berlangsung jalan di kota Bandung menjadi lengang dan sepi
karena semua mata tertuju pada televisi yang menyiarkan secara langsung
pertandingan tersebut.
Namun
partai final yang diharapkan dapat menarik justru berjalan kurang
greget, banyak kalangan menilai pertandingan melawan Persija Jakarta di
semifinal lebih pantas disebut sebagai "real final". Ya, di partai final
ini PERSIB tampil terlalu dominan! Permainan cantik PERSIB dengan mudahnya menekan perlawanan dari PSM. Dengan masih mengandalkan skema 3-5-2, PERSIB benar-benar menguasai hampir semua lini.
PERSIB
melalui Yudi Guntara membuka gol dari luar kotak penalti. Sementara gol
kedua dicetak oleh sang striker tajam Sutiono melalui tembakan keras
hasil umpan silang dari Nandang Kurnaedi. Skor 2-0 tidak berubah sampai
pertandingan selesai. PERSIB Bandung menjadi tim
terakhir yang menjuarai kompetisi Perserikatan, karena musim depan PSSI
melebur kompetisi Perserikatan dan Galatama dalam satu wadah yaitu Liga
Indonesia. Keberhasilan PERSIB musim ini juga dilengkapi dengan gelar
pemain terbaik yang jatuh pada Sutiono Lamso, bahkan jika saja PSSI
memberlakukan perhitungan gol sejak awal penyisihan, maka Sutiono juga
berhak atas gelar pencetak gol terbanyak.
TOP SCORER KOMPETISI PERSERIKATAN 1993/1994 | |
12 Gol | Sutiono Lamso (Persib Bandung) - versi PSSI = Agus Winarno - 5 gol (dihitung hanya babak 8 besar saja) |
TOP SCORER PERSIB KOMPETISI PERSERIKATAN 1993/1994 | |
12 Gol | Sutiono Lamso |
5 Gol | Kekey Zakaria |
3 Gol | Yusuf Bachtiar |
3 Gol | Asep Somantri |
2 Gol | Robby Darwis |
1 Gol | Yudi Guntara |
1 Gol | Dede Iskandar |
1 Gol | Tatang Suryana |
Pelatih: Indra Thohir | Asisten Pelatih: Emen Suwarman, Djadjang Nurjaman
Kiper: Gatot Prasetyo, Aries Rinaldi, Samai Setiadi
Belakang: Robby Darwis, Dede Iskandar, Yadi Mulyadi, Mulyana, Roy Darwis, Nana Supriatna, Dudi Subandi, Nunung Mulyadi, Dadang Hidayat, Budi Mintarya
Tengah: Dede Iskandar, Nandang Kurnaedi, Hendra Komara, Yaya Sunarya, Asep Kustiana, Asep Somantri, Yudi Guntara, Yusuf Bachtiar, Yayan Sundana, Mustika Hadi
Depan: Sutiono Lamso, Tatang Suryana, Asep Poni, Kekey Zakaria, Asep Dayat, Dadang Kurnia
Sumber: persibhistory.com
Komentar
Posting Komentar