LIGA INDONESIA I TAHUN 1994/1995
Kompetisi sepak bola di Indonesia berganti format dengan melebur tim-tim Galatama (16 tim) dan tim-tim Perserikatan (18 tim) di Indonesia yang dilebur menjadi Liga Indonesia (LI). Dengan begitu, PERSIB adalah tim terakhir yang memboyong Piala Presiden pada Kompetisi Perserikatan.
Pada awalnya, PERSIB tidak akan mengikuti ajang Liga ini dikarenakan alasan dana. Tetapi berkat keinginan yang menggebu-gebu dari seorang Indra Thohir dan Wahyu Hamijaya sebagai Ketua Umum PERSIB saat itu, PERSIB akhirnya urung mengundurkan diri. “Prinsipnya pada saat itu, asal jangan sekali main langsung kalah saja. Kalau pun tidak mampu melanjutkan, kita mundur saja, toh tidak akan kena sanksi dari negara”, ujar Thohir penuh semangat.
Kompetisi sepak bola di Indonesia berganti format dengan melebur tim-tim Galatama (16 tim) dan tim-tim Perserikatan (18 tim) di Indonesia yang dilebur menjadi Liga Indonesia (LI). Dengan begitu, PERSIB adalah tim terakhir yang memboyong Piala Presiden pada Kompetisi Perserikatan.
Pada awalnya, PERSIB tidak akan mengikuti ajang Liga ini dikarenakan alasan dana. Tetapi berkat keinginan yang menggebu-gebu dari seorang Indra Thohir dan Wahyu Hamijaya sebagai Ketua Umum PERSIB saat itu, PERSIB akhirnya urung mengundurkan diri. “Prinsipnya pada saat itu, asal jangan sekali main langsung kalah saja. Kalau pun tidak mampu melanjutkan, kita mundur saja, toh tidak akan kena sanksi dari negara”, ujar Thohir penuh semangat.
Keperkasaan
tim PERSIB yang masih ditangani oleh Indra Thohir serta Asisten Pelatih
Djadjang Nurjaman dan Emen Suwarman dan dikomandoi sang Kapten, Robby
Darwis pada kompetisi perserikatan terakhir terus berlanjut dengan
keberhasilan mereka merengkuh juara Liga Indonesia pertama pada musim
1994 – 1995 atau dikenal juga dengan nama Liga Dunhill. Setelah kalah
pada partai pembuka melawan Pelita Jaya 0-1 di Stadion Lebak Bulus,
PERSIB bangkit pada partai-partai berikutnya. Mengakhiri babak
penyisihan Wilayah Barat, PERSIB berada di peringkat kedua dengan
mengumpulkan nilai 69, hasil 20 kali menang, 9 seri, dan hanya 3 kali
kalah. Bersama juara Wilayah Barat, Pelita Jaya (nilai 77), peringkat
ketiga Bandung Raya (67), dan peringkat empat Medan Jaya (56), Persib
mewakili Wilayah Barat lolos ke babak “8 Besar”.
Namun langkah PERSIB ke babak 8 Besar sedikit terganggu akibat harus kehilangan 2 pemain pilarnya. Yang pertama adalah penjaga gawang utama yaitu Aries Rinaldi yang terpaksa harus diistirahatkan karena masalah non-teknis, untungnya di bangku cadangan PERSIB masih memiliki kualitas yang sepadan seperti Anwar Sanusi, Gatot Prasetyo dan kiper gaek Samai Setiadi. Yang kedua adalah Asep Dayat, striker muda ini menarik simpati bobotoh ketika bermain gemilang di babak penyisihan, di babak itu dia berhasil menciptakan 2 gol. Tidak seperti karakter striker PERSIB lainnya yang rata-rata bergaya stylish, Asep Dayat adalah seorang fighter yang punya speed yang tinggi. Tak heran jika dengan cepat namanya menjadi buah bibir di kalangan bobotoh. Karena penampilannya yang baik itu pulalah, PERSIB harus merelakan Asep Dayat ditarik oleh PSSI Primavera untuk mengikuti pelatnas jangka panjang di Italia.
Di babak “8 Besar” yang digelar di Stadion Utama Senayan, PERSIB yang saat itu tidak diperkuat pemain asing dikepung oleh tim-tim eks galatama yang merajai babak penyisihan dan menempatkan tujuh tim di babak delapan besar. PERSIB bergabung di Grup B bersama Medan Jaya, Petrokimia Putra dan Dengan mencatat hasil imbang tanpa gol dengan Petrokimia, menang 2-1 atas Medan Jaya, dan menghantam Asyabaab Salim Grup Surabaya (ASGS), PERSIB lolos ke semifinal sebagai juara Grup B.
Di semifinal, permainan indah PERSIB diladeni oleh perlawanan keras Barito Putra. Sepanjang pertandingan, PERSIB menguasai di semua lini, bahkan beberapa kali pemain-pemain PERSIB membombardir gawang Barito yang dijaga oleh Abdilah, tetapi bola sepertinya sulit untuk bersarang. Sampai akhirnya Sutiono menemukan sebuah telur yang tersimpan di dalam gawang Barito, melihat hal yang ganjil tersebut akhirnya dia mengambil telur tersebut dan membuangnya keluar lapangan. Ketika mengetahui hal tersebut, Abdilah yang merasa bertanggung jawab sebagai “penjaga telur”, kemudian marah-marah dan mengutuk Sutiono bakalan kualat. Entah kebetulan atau tidak, tidak lama berselang setelah tragedi telur tersebut, akhirnya Kekey Zakaria memecahkan kebuntuan dengan mencetak gol satu-satunya dalam partai tersebut, untuk memastikan satu tiket ke Partai Final. Itulah segelintir peristiwa klenik yang kerap terjadi di Persepakbolaan Nasional.
Pada partai penentuan itu pelatih Indra Thohir menurunkan skuad terbaiknya, Anwar Sanusi (kiper), Mulyana, Robby Darwis, Yadi Mulyadi, Dede Iskandar, Nandang Kurnaedi, Yudi Guntara, Asep Somantri, Asep Kustiana, Yusuf Bachtiar, Kekey Zakaria, dan Sutiono Lamso. Mereka menghadapi Petrokimia Gresik yang lolos ke final setelah menghentikan Pupuk Kaltim di semifinal.
Namun langkah PERSIB ke babak 8 Besar sedikit terganggu akibat harus kehilangan 2 pemain pilarnya. Yang pertama adalah penjaga gawang utama yaitu Aries Rinaldi yang terpaksa harus diistirahatkan karena masalah non-teknis, untungnya di bangku cadangan PERSIB masih memiliki kualitas yang sepadan seperti Anwar Sanusi, Gatot Prasetyo dan kiper gaek Samai Setiadi. Yang kedua adalah Asep Dayat, striker muda ini menarik simpati bobotoh ketika bermain gemilang di babak penyisihan, di babak itu dia berhasil menciptakan 2 gol. Tidak seperti karakter striker PERSIB lainnya yang rata-rata bergaya stylish, Asep Dayat adalah seorang fighter yang punya speed yang tinggi. Tak heran jika dengan cepat namanya menjadi buah bibir di kalangan bobotoh. Karena penampilannya yang baik itu pulalah, PERSIB harus merelakan Asep Dayat ditarik oleh PSSI Primavera untuk mengikuti pelatnas jangka panjang di Italia.
Di babak “8 Besar” yang digelar di Stadion Utama Senayan, PERSIB yang saat itu tidak diperkuat pemain asing dikepung oleh tim-tim eks galatama yang merajai babak penyisihan dan menempatkan tujuh tim di babak delapan besar. PERSIB bergabung di Grup B bersama Medan Jaya, Petrokimia Putra dan Dengan mencatat hasil imbang tanpa gol dengan Petrokimia, menang 2-1 atas Medan Jaya, dan menghantam Asyabaab Salim Grup Surabaya (ASGS), PERSIB lolos ke semifinal sebagai juara Grup B.
Di semifinal, permainan indah PERSIB diladeni oleh perlawanan keras Barito Putra. Sepanjang pertandingan, PERSIB menguasai di semua lini, bahkan beberapa kali pemain-pemain PERSIB membombardir gawang Barito yang dijaga oleh Abdilah, tetapi bola sepertinya sulit untuk bersarang. Sampai akhirnya Sutiono menemukan sebuah telur yang tersimpan di dalam gawang Barito, melihat hal yang ganjil tersebut akhirnya dia mengambil telur tersebut dan membuangnya keluar lapangan. Ketika mengetahui hal tersebut, Abdilah yang merasa bertanggung jawab sebagai “penjaga telur”, kemudian marah-marah dan mengutuk Sutiono bakalan kualat. Entah kebetulan atau tidak, tidak lama berselang setelah tragedi telur tersebut, akhirnya Kekey Zakaria memecahkan kebuntuan dengan mencetak gol satu-satunya dalam partai tersebut, untuk memastikan satu tiket ke Partai Final. Itulah segelintir peristiwa klenik yang kerap terjadi di Persepakbolaan Nasional.
Pada partai penentuan itu pelatih Indra Thohir menurunkan skuad terbaiknya, Anwar Sanusi (kiper), Mulyana, Robby Darwis, Yadi Mulyadi, Dede Iskandar, Nandang Kurnaedi, Yudi Guntara, Asep Somantri, Asep Kustiana, Yusuf Bachtiar, Kekey Zakaria, dan Sutiono Lamso. Mereka menghadapi Petrokimia Gresik yang lolos ke final setelah menghentikan Pupuk Kaltim di semifinal.
Partai
final yang berlangsung tanggal 30 Juli 1995, dipenuhi oleh dukungan
puluhan ribu bobotoh yang memadati Stadion Utama Senayan, PERSIB
akhirnya kembali mencetak sejarah dengan menjuarai LI pertama berhasil
mengalahkan Petrokimia Putra Gresik yang saat itu dihuni tiga pemain
asing Jacksen F. Tiago, Carlos de Mello, dan kiper Darryl Sinerine.
PERSIB mengalami kebuntuan hingga babak pertama, meskipun Sutiono dan
kawan-kawan berusaha membombardir pertahanan Petrokimia, namun
ketangguhan Kiper Darryl Sinerine selalu berhasil memblok
tendangan-tendangan yang dilancarkan para pemain PERSIB. Bahkan sebuah
gol dari Jacksen Tiago, sempat membuat bobotoh terdiam sesaat, sampai
akhirnya wasit Zulkifli Chaniago menganulir gol tersebut karena
sebelumnya pemain Petrokimia itu telah terjebak offside. Di Babak kedua
tepatnya pada menit ke-76, Yusuf Bachtiar menyusur dari rusuk kanan
dengan gocekan khasnya, kemudian ia melakukan umpan yang berhasil
melewati Suwandi HS. (kelak di tahun 2004 bergabung dengan PERSIB), yang
saat itu tercatat sebagai stopper yang tangguh, bola yang meluncur ke
bagian belakang Suwandi itu berhasil disempurnakan oleh Sutiono lewat
sebuat tendangan menyusur tanah, 1-0 untuk PERSIB. Begitu wasit meniup
peluit panjang, PERSIB memastikan Piala Presiden kembali diboyong ke
kota Bandung. Bobotoh yang memadati Stadion Utama Senayan langsung
merangsek ke tengah lapangan. Mereka bereuforia sambil memburu para
pemain. Kehadiran bobotoh di atas lapangan tidak bisa dikendalikan,
akibatnya Robby Darwis cs., untuk sementara tidak bisa melakukan victory
lap. Robby Darwis pun naik ke podium, Piala Presiden diserahkan oleh
Wakli Presiden saat itu Try Sutrisno. Begitu Robby mengangkat piala,
seluruh Gelora Senayan bergemuruh membahana. Maklum, PERSIB bisa
dikatakan sebagai juara sejati di edisi perdana Liga Indonesia ini, jika
sebelumnya di Indonesia terdapat 2 juara (Perserikatan dan Galatama)
tapi di tahun ini, di Indonesia hanya ada satu klub yang mengangkat
Piala, dan itu adalah PERSIB!
Pasukan Maung Bandung kembali ke Hotel Kartika Chandra tempat mereka menginap selama di Jakarta, disana mereka disambut isak tangis bahagia oleh keluarga dan bobotoh yang sudah menunggu disana. Sementara bobotoh yang pulang ke Bandung di sepanjang perjalanan disambut bak pahlawan pemenang perang, padahal bobotoh ke Jakarta hanya menonton :). Jalur Bandung - Jakarta terutama jalur Puncak pun dari malam hingga subuh macet total.
Pasukan Maung Bandung kembali ke Hotel Kartika Chandra tempat mereka menginap selama di Jakarta, disana mereka disambut isak tangis bahagia oleh keluarga dan bobotoh yang sudah menunggu disana. Sementara bobotoh yang pulang ke Bandung di sepanjang perjalanan disambut bak pahlawan pemenang perang, padahal bobotoh ke Jakarta hanya menonton :). Jalur Bandung - Jakarta terutama jalur Puncak pun dari malam hingga subuh macet total.
Keesokan
harinya, rombongan pemain dan ofisial Maung Bandung pulang ke Bandung,
lagi-lagi sambutan masyarakat sepanjang perjalanan dan juga setelah tiba
di Bandung begitu luar biasa. Tidak tua tidak muda, semua tumpah ruah
di jalanan kota yang dilewati arak-arakan pemain yang memboyong Piala
Presiden.
Pada Liga yang pertama ini, PERSIB sangat produktif dalam mencetak gol. Dari 32 pertandingan selama putaran pertama dan kedua, mampu mengumpulkan 54 gol dan hanya kemasukan 15 gol. PERSIB merupakan tim yang paling sedikit kebobolan. Di liga ini, Sutiono menorehkan suatu prestasi yang belum bisa disamai oleh pemain PERSIB bahkan hingga saat ini, sepanjang liga ia mengoleksi 21 gol, kemudian dengan gol di partai final, ia menjadi satu-satunya pemain PERSIB yang selalu mencetak gol dalam tiga pertandingan final (1990, 1994, 1995). Sementara itu, pencetak gol terbanyak di liga ini adalah Peri Sandria (Bandung Raya) yang kemudian pada tahun 1998 bergabung memperkuat PERSIB.
Keberhasilan PERSIB menjuarai Liga yang pertama ini dengan mengandalkan pemain-pemain lokal binaannya sendiri, membuat PERSIB yakin akan keteguhannya untuk mengatakan "TIDAK" pada kehadiran pemain asing. Skuad Lengkap PERSIB di LI I : Drs. H. Matin Burhan (Manager) Indra M Thohir (Pelatih) Djadjang Nurjaman, Emen Suwarman (Asisten Pelatih) Aris Rinaldi, Anwar Sanusi, Samai Setiadi, Yohannes Gatot Prasetyo (Kiper) Nandang Kurnaedi, Dede Iskandar, Robby Darwis, Roy Darwis, Mulyana, Yadi Mulyadi, Nunung Mulyadi, Dudi Subandi, Hendra Komara, Nana Supriatna, Dadang Hidayat, Asep Sumantri, Yudi Guntara, Yusuf Bachtiar, Yaya Sunarya, Asep Kustiana, Sutiono Lamso, Asep Dayat, Asep Poni, Kekey Zakaria, Tatang Suryana, Dadang Kurnia.
Sumber: persibhistory.com
Komentar
Posting Komentar